Ekstrakurikuler dan Kepemimpinan, Kunci Seleksi Masuk Universitas Unggulan Dunia Sabtu, 27/08/2022 | 11:59
Indonesia peringkat ke-22 dalam jumlah pelajar melanjutkan pendidikan ke luar negeri. (Ist)
JAKARTA - SINGGALANGNEWS.COM, Minat pelajar Indonesia melanjutkan pendidikan di luar negeri, tidak surut meskipun dihadang pandemi. Hingga 2022, Indonesia peringkat ke-22 dalam jumlah pelajar melanjutkan pendidikan di luar negeri, termasuk di perguruan tinggi terbaik dunia, seperti kampus-kampus Ivy League dan universitas top lainnya seperti Stanford, MIT, UC Berkeley, Oxford dan Cambridge.
Sayangnya, perjuangan menembus universitas ini tidaklah mudah. Terlebih tahun ini, hampir seluruh universitas terbaik dunia mencatatkan angka rata-rata penerimaan yang semakin rendah seiring tingginya minat calon mahasiswa.
Untuk menembus ketatnya seleksi pendaftaran di universitas unggulan tersebut, tentu para orang tua membutuhkan informasi yang memadai untuk mempersiapkan putra-putrinya dengan sebuah strategi khusus.
Disampaikan oleh Daniel Chung selaku Former Associate Director of Admissions di Stanford University, bahwa memang banyak orang tua yang hanya berfokus pada nilai akademik untuk mengantar anak-anaknya masuk ke universitas unggulan.
“Mungkin praktik semacam ini umum berlaku di sistem pendidikan berbagai negara. Namun, berbeda halnya jika ingin memasuki universitas sekelas Ivy League di Amerika Serikat (AS), cemerlang secara akademis saja tidaklah memadai. Siswa yang tidak mencantumkan aktivitas ekstrakurikuler dan pengalaman kepemimpinan dalam aplikasinya akan sulit dipertimbangkan masuk ke universitas AS mana pun, apalagi Ivy League,” papar Daniel Chung.
Kata dia dalam lingkungan kompetitif ini, prestasi akademis tidak selalu cukup untuk mendapatkan pengakuan dan membuat siswa tersebut diterima di universitas unggulan.
Setiap tahunnya, universitas unggulan di AS menerima puluhan ribu aplikasi, tetapi hanya sebagian kecil mahasiswa yang diterima. Saat menyeleksi puluhan ribu aplikasi, umumnya dari siswa-siswi berprestasi seluruh dunia. Pihak universitas akan menilai calon mahasiswa secara holistik, sehingga kegiatannya di luar ruang kelas turut memberikan bobot yang besar.
Sebagai contoh, Stanford menolak 69% calon mahasiswa dengan skor SAT sempurna dalam lima tahun terakhir. Universitas unggulan di AS seperti Stanford ingin melihat mahasiswa dapat membawa pengaruh positif bagi budaya kampus dan menambah kekayaan sejarah alumninya.
Jadi tolok ukur tidak lagi sekadar skor SAT sempurna, tetapi juga kegiatan ekstrakurikuler dan pengalaman kepemimpinan. Inilah yang menjadi fokus pengembangan Crimson Education, konsultan pendidikan yang menyediakan bimbingan bagi para siswa sekolah menengah yang berambisi untuk menembus ketatnya seleksi penerimaan di universitas kelas dunia.
Sementara itu, Vanya Sunanto, Country Manager, Indonesia at Crimson Education menjelaskan mengenai fokus layanan Crimson Education dalam membimbing siswa sekolah menengah, melampaui standar menjadi siswa cemerlang secara akademis untuk menembus masuk universitas unggulan.
Bersama Crimson, siswa akan dibimbing menjalankan inisiatif yang sesuai minat dan ketertarikan mereka dengan menyoroti kreativitas, kemampuan analisis, kemampuan berpikir kritis, dan berbagai hal lainnya yang akan menjadi bekal mereka dalam perkuliahannya.
"Hal ini menjadi fokus pengembangan Crimson Education, konsultan pendidikan yang menyediakan bimbingan bagi siswa-siswi sekolah menengah yang berambisi untuk menembus ketatnya seleksi penerimaan di universitas-universitas kelas dunia,” ujar Vanya Sunanto.
Sebagai perbandingan, untuk menjadi mahasiswa di AS, seorang siswa setidaknya perlu memiliki tiga modal utama, yaitu hasil akademik (berbobot 40% yang terdiri dari nilai transkrip akademik, SAT/ACT, dan AP/IB/A-Levels/GPA), serta kegiatan ekstrakurikuler dan kepemimpinan juga hasil esai dan wawancara (yang sama-sama berbobot 30%).
Calon mahasiswa dari Indonesia harus memiliki kegiatan ekstrakurikuler sesuai bakatnya. Karena konsistensi adalah kunci untuk membangun profil ekstrakurikuler yang kuat, secara simultan mencerminkan karakter kepemimpinan siswa, termasuk kepemimpinan terhadap diri sendiri. Dengan demikian, sangat mungkin mimpi siswa belajar di universitas kelas dunia bisa tercapai,” tutur Vanya Sunanto.
Ada beberapa cara bagi siswa untuk berkontribusi dan membuat perbedaan di luar ranah akademis, misalnya kegiatan olahraga, filantropi, kewirausahaan, kegiatan kreatif, atau kompetisi teknologi. Karena, selain mencari bukti dedikasi, universitas di AS juga mencari indikasi perhatian dan minat dalam kegiatan ekstrakurikuler yang dipilih siswa.
Dengan demikian, strategi ekstrakurikuler yang tepat bagi calon mahasiswa dari Indonesia yang berambisi untuk menembus universitas unggulan di AS adalah mempersempit beberapa kegiatan yakni, sesuai dengan tujuan studi pribadi, menunjukan antusiasme siswa pada kegiatan, mampu berpikir pada tingkat lanjutan, siswa bisa berkontribusi bagi lingkungan sekitar.
Kini saatnya siswa Indonesia memilih jenjang pendidikan tinggi yang lebih tepat sesuai minat dan kemampuannya. Bagi mereka yang bercita-cita untuk belajar di universitas kelas dunia, salah satu langkah awal adalah mampu menunjukan kualitas kepemimpinan.
Di sinilah makna dari kehadiran Crimson Education yang siap mendamping siswa-siswa dan orang tuanya untuk merancang jalan dan menyusun strategi yang tepat untuk meraih mimpi berkuliah di universitas kelas dunia pilihannya, pungkas Vanya Sunanto. (sm_r)